Kades Tanjung sari Akui Pembagian Uang Narasumber dan Uang Saku Peserta
Ungkapselatan.com, Tanjung Sari, Lampung Selatan – Kegiatan rembuk stunting yang digelar Pemerintah Desa (Pemdes) Tanjung Sari, Kecamatan Palas, kembali menuai sorotan. Pasalnya, terdapat dugaan adanya pemotongan uang saku peserta yang seharusnya sebesar Rp50 ribu per orang, namun hanya diterima Rp20 ribu.
Beni, selaku Sekertaris Desa ( sekdes) Tanjung Sari, mengungkapkan bahwa kegiatan tersebut dianggarkan sebesar Rp3 juta. Dana itu digunakan untuk konsumsi, uang saku narasumber, dan uang saku peserta. “Anggarannya memang Rp3 juta. Untuk peserta dianggarkan Rp50 ribu, narasumber Rp200 ribu, serta snack,” jelas Beni.
Namun, keterangan berbeda disampaikan oleh Kepala Desa Tanjung Sari, Jarwono. Ia mengakui bahwa pembagian uang saku peserta tidak sesuai anggaran awal. Menurutnya, hal itu terjadi karena jumlah peserta yang hadir membengkak.
“Sebenarnya untuk peserta Rp50 ribu, tapi undangan resmi hanya 20 orang. Ternyata yang datang 85 orang, jadi uang saku itu kami bagi rata ke semua peserta, sehingga masing-masing hanya menerima Rp20 ribu. Untuk narasumber tetap Rp200 ribu,” ujar Jarwono.
Menurut narasumber yang enggan disebutkan namanya, dirinya melihat apsen berhenti di 45 peserta.
“Absen yang saya lihat terakhir waktu kegiatan udah mau selesai 45 orang, logikanya juga kalau 85 orang pasti penuh ruang aula desa tanjung sari,” ucapnya.
Meski demikian, sejumlah peserta tetap merasa keberatan karena jumlah yang diterima jauh lebih kecil dari ketentuan awal. Mereka menilai panitia kurang transparan dalam mengatur keuangan kegiatan tersebut.
Kasus ini menambah daftar panjang sorotan publik terhadap pengelolaan dana desa, khususnya dalam program stunting yang seharusnya fokus pada peningkatan gizi dan kesehatan masyarakat, kalau saja dana tersebut di gunakan untuk membantu anak yang di nyatakan Stunting, maka akan bertambah lah Gizi anak tersebut.
Dengan demikian Adanya Oknum Kades yang menunjukkan bahwa tak dilaksanakannya kewajiban mereka sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Pasal 26 ayat (4) UU Desa menyebutkan, Kades berkewajiban melaksanakan prinsip tata pemerintahan desa yang akuntabel, transparan, profesional, efektif dan efisien, bersih serta bebas dari kolusi, korupsi, dan nepotisme.
Penyimpangan dana desa juga bisa jadi karena terbatasnya kompetensi kepala desa dan perangkat desa lainnya. Banyak kepala desa yang pendidikan terakhirnya sekolah dasar atau sekolah menengah pertama.
Selain kompetensi kepala desa, pemantauan awak media ada beberapa faktor penyebab korupsi dana desa. Faktor paling mendasar adalah kurang dilibatkannya masyarakat dalam proses perencanaan dan pengawasan dana desa.
Akses masyarakat untuk mendapatkan informasi pengelolaan dana desa dan terlibat aktif dibatasi. Padahal di pasal 68 UU Desa, telah diatur hak dan kewajiban masyarakat desa untuk mendapatkan akses dan dilibatkan dalam pembangunan desa.
Korupsi dana desa juga terjadi karena tidak optimalnya lembaga yang secara langsung memainkan peran penting dalam pemberdayaan masyarakat dan demokrasi tingkat desa, seperti Badan Permusyawaratan Desa (BPD). ( Tim)